Lurik

   Batik merupakan salah satu mahakarya anak negeri. Salah satu sentra batik yang paling terkenal adalah kota Solo, namun di Klaten khususnya Desa Juwiran, Kecamatan Juwiring terdapat salah satu industri batik denggan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), sebuah alat dari kayu yang dibuat untuk memintal benang dengan menggunakan tenaga manusia.



  Lurik atau ATBM kala itupernah sangat terkenal paling tidak skala nasional. Abdul Hamid, seorang pengusaha sekaligus perajin batik lurik dari Desa Juwiran, Kecamatan Juwiring Klaten menyebut dirinya serta ATBMnya pernah diboyong ke Taman Ismail Marzuki Jakarta untuk mengikuti pameran sekitar tahun 1968-an.
    Industri lurik mulai bergeliat lagi setelah gempa Jogja sekitar tahun 2007 lalu Pemkab Klaten mewajibkan jajaran Pegawai Negeri Sipil (PNS) setempat agar mengenakan lurik tenun tradisional setiap hari Kamis. Kemudian berlanjut berseragam lurik selama dua hari dalam sepekan, Rabu dan Kamis. Dalam sebulan, Hamid mampu menghasilkan sekitar 4.250 meter kain lurik. Dia dibantu sekitar 7 orang karyawan yang bekerja menenun benang menjadi selembar kain di rumahkerja yang juga sebagai rumah tinggalnya yang berlokasi di Dukuh  Klebengan. Usaha yang telah dimulai sejak tahun 1957 tersebut sampai sekarang masih eksis pada dunia lurik.