Dahulu ada seorang laki – laki yang bernama Kyai Ageng “JOWERO”, menurut
riwayat yang dikumpulkan beliau adalah senopati dari kerajaan mataram yang pada
waktu itu MATARAM dilanda peperangan yang besar, sehingga kerajaan mataram pada
waktu itu “ KESESER ING YUDO”, sehingga banyak prajurit yang lari meninggalkan
peperangan termasuk Kyai Ageng JOWERO tersebut. Larinya Kyai Ageng JOWERO
tersampailah didesa kami dan tak lama dikemudian beliau meninggal dunia.
Dari orang – orang tua disitu berhubung Kyai Ageng JOWERO
meninggal dunia yang pertama dan pada waktu itu belum ada makam, maka
masyarakat disini mengadakan musyawarah tentang dimana Kyai Ageng JOWERO
dimakamkan. Kemudian Musyawarah dapat mengambil keputusan bahwa Kyai Ageng
JOWERO, sekaligusdimakamkan dimana beliau meninggal dunia, setelah pemakaman
selesai masyarakat melanjutkan musyawarahnya untuk dapat mengenang tempat
pemakaman tersebut, berhubung almarhum bernama Kyai Ageng JOWERO degan kata
sepakat tempat itu diberi nama “JOWERO” alias JUWIRAN”
Dengan demikian mulai dari peristiwa itu sampai sekarang dukuh/tempat ini
bernama JUWIRAN, sedang Desa(Kelurahan) pun dinamakan “JUWIRAN”. Hal – hal lain
yang dapat disajikan disini mengenai almarhum yang kelihatanya menonjol, seolah
olah tidak pernah mendengar, Misalnya : Menonjol tentang kepahlawanannya,
kesaktianya, kederajatanya namun juga ada sedikit keramatnya yaitu bagi siapa
saja yang menderita KESELEYO atau orang sakit mendadak tulangnya ada yang
melesat dari persendian(tidak putus) masyarakat disitu banyak yang meminta
istiahnya “BOREH” dengan mengambil bunga yang sudah layu namun harus jawab,
sampai dirumah bunga tersebut diberi air tawar diperuntukan boreh sambil
dipijat oleh sidukun pijat, pada umumnya lekas sembuh.
Itulah sedikit riwayat dari almarhum, dan sejarah pemberian nama dari desa kami
yaitu “JUWIRAN”.